Jakarta,BBN Dalam webinar yang bertajuk “Russia’s Chess Moves in West Asia Amidst the Palestine-Israel Conflict” yang diselenggarakan GSC (Geostrategy Study Club), Selasa (20/08/2024), Alexey Rykov (Konselor Politik Kedutaan Rusia untuk Indonesia) menjelaskan garis teguh Rusia dalam mendukung penyelesaian yang adil atas masalah Palestina berlandaskan dasar hukum internasional yang diakui, yang membayangkan pembentukan negara Palestina merdeka di dalam perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
“Apa yang sedang terjadi di Timur Tengah (Asia Barat) saat ini merupakan konsekuensi langsung dari kegagalan untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB dan UNGA (Majelis Umum PBB) yang menuntut penghentian permusuhan di Jalur Gaza dan pembentukan akses kemanusiaan tanpa hambatan ke daerah kantong tersebut,” ungkap Alexey Rykov, saat webinar Majelis Kritis GSC (Geostrategy Study Club) tersebut.
“Kami (Rusia) menganjurkan gencatan senjata yang permanen dan menyeluruh. Kami menyerukan penyediaan akses kemanusiaan yang aman dan memadai bagi semua orang yang terkena dampak dan membutuhkan. Kami menegaskan kembali mandat utama Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) sebagai organisasi unik untuk membantu warga Palestina di wilayah pendudukan dan di negara-negara Arab tetangga. Kami menekankan perlunya segera dilaksanakannya resolusi-resolusi PBB yang relevan, sebagaimana disyaratkan oleh Piagam PBB, yang akan memungkinkan untuk memastikan pembentukan rezim gencatan senjata jangka panjang, memberikan bantuan yang diperlukan kepada penduduk Jalur Gaza dan menciptakan kondisi untuk pengalihan upaya penyelesaian konflik ke ranah politik dan diplomatik, termasuk pembebasan 120 sandera Israel dan sekitar 9.500 warga Palestina yang ditangkap secara sewenang-wenang sejak 7 Oktober 2023,” tegas Alexey Rikov.
Rusia merupakan pendukung tatanan dunia multipolar di mana tidak ada satu kekuatan pun yang mendominasi di dunia. Di Asia Barat (Timur Tengah), Rusia mencoba bertindak sebagai mediator di antara pihak-pihak yang berkonflik, memanfaatkan hubungannya dengan negara-negara yang berbeda pendapat, termasuk Israel, Iran, dan negara-negara Teluk. Pendekatan ini meningkatkan citra Rusia sebagai kekuatan yang andal dan pragmatis, yang mampu menavigasi dinamika kompleks di kawasan tersebut.
Pada tanggal 13 Agustus, perundingan Rusia-Palestina di tingkat tertinggi diadakan di Moskow. Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia menaruh perhatian besar pada situasi di Timur Tengah dan perkembangan di Palestina.
“Negara saya mengikuti dengan saksama bencana kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Kami melakukan segala upaya untuk mendukung rakyat Palestina. Rusia telah mengirim sekitar 700 ton berbagai barang ke sana. Kami bertekad untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang ada untuk membantu rakyat Palestina. Di atas segalanya, perhatian utama kami adalah hilangnya nyawa warga sipil. Menurut PBB, sudah ada 40.000 korban, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak,” jelas Rykov.
Menurutnya Moskow selalu menganjurkan penyelesaian damai. Rusia memahami bahwa masalah ini memiliki akar sejarah yang dalam dan terutama terkait dengan pengabaian keputusan yang dibuat oleh organisasi internasional, terutama PBB, untuk mendirikan dan menciptakan negara Palestina yang merdeka.
Sikap Rusia tentang masalah ini tetap tidak berubah. Rusia mengadopsinya sejak lama, dan sama sekali tidak dimotivasi oleh pertimbangan keuntungan jangka pendek. Rusia percaya bahwa untuk mengamankan perdamaian yang langgeng dan stabil di kawasan tersebut, sangat penting untuk melaksanakan semua resolusi PBB, dengan pembentukan negara Palestina sepenuhnya sebagai prioritas.
Rusia tidak dapat membenarkan tindakan Israel saat ini yang merusak gagasan untuk mendirikan negara Palestina. Rusia mengutuk terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Rusia juga mengutuk pembunuhan kepala Politbiro Hamas di Teheran.
“Pembunuhan politik tidak dapat diterima dan memiliki konsekuensi yang sangat berbahaya, yang disertai dengan eskalasi tajam di zona konflik Palestina-Israel dan degradasi besar-besaran situasi regional,” tegas Alexey Rykov.
Menurutnya, pada 10 Agustus lalu, Moskow juga sangat terkejut dengan berita tentang serangan rudal Israel di sekolah Tabi’in di Kota Gaza. Ia menegaskan kembali posisi Rusia yang berprinsip dan konsisten tentang perlunya kepatuhan yang ketat terhadap norma-norma hukum humaniter internasional. Kami mencatat dengan penyesalan bahwa serangan semacam itu di Jalur Gaza, yang menjadi korban warga sipil, bersifat sistematis dan menyerukan kepada Israel untuk menahan diri dari menyerang objek sipil. Kami percaya bahwa tidak ada dan tidak dapat ada pembenaran untuk itu.
“Rusia menyerukan kepada semua pihak tanpa kecuali yang dapat memengaruhi situasi di Jalur Gaza dan di Timur Tengah secara umum untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan lebih lanjut terhadap situasi dan jatuhnya korban baru di kalangan warga sipil. Kami mendesak penghentian segera kegiatan-kegiatan permukiman yang melanggar hukum,” tegas Rykov.
Rykov menyebut bahwa Rusia menekankan masalah yang sangat penting adalah mencapai persatuan antar-Palestina pada platform politik Organisasi Pembebasan Palestina. Pada akhir Februari dan awal Maret 2024, Moskow menyelenggarakan pertemuan yang membuahkan hasil dari semua faksi Palestina. Tiongkok baru-baru ini menyelenggarakan pertemuan perwakilan dari semua gerakan Palestina, yang menghasilkan penandatanganan deklarasi. Namun, prosesnya belum berakhir.
“Pencapaian tujuan-tujuan mendesak ini akan menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk memulai kembali perundingan damai berdasarkan landasan hukum internasional yang diakui secara umum demi kepentingan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat yang hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel. Hanya dalam kasus tersebut, ketidakadilan historis sehubungan dengan bangsa Palestina dan hak fundamentalnya untuk menentukan nasib sendiri akan diperbaiki,” ungkap Alexey Rykov menutup paparannya.
Di akhir webinar, moderator Widitusha Winduhiswara dalam catatan penutup menyebut Rusia memandang Asia Barat sebagai wilayah vital untuk memperluas pengaruhnya dan mengimbangi kekuatan Barat, khususnya Amerika Serikat. Dengan memantapkan dirinya sebagai pemain kunci dalam urusan Asia Barat, Rusia berupaya untuk memproyeksikan kekuatan di luar batas wilayahnya, mengamankan sisi selatannya, dan mencegah penyebaran ketidakstabilan yang dapat memengaruhi keamanannya sendiri, khususnya di Kaukasus dan Asia Tengah.
Keterlibatan militer Rusia di Suriah sejak 2015 merupakan manifestasi paling nyata dari komitmennya terhadap kawasan tersebut. Keterlibatan ini juga menunjukkan kesediaan Rusia untuk melindungi sekutu dan kepentingannya, yang sering kali bertentangan dengan kebijakan Barat.
Timur Tengah merupakan wilayah penting bagi pasokan energi global, dan Rusia, sebagai salah satu produsen energi terbesar di dunia, memiliki kepentingan pribadi dalam menjaga stabilitas di pasar energi. Selain itu, kemitraan Rusia dengan pemain regional utama seperti Iran, Turki, dan Arab Saudi sangat penting untuk mengoordinasikan produksi dan harga minyak melalui mekanisme seperti OPEC+.
Secara keseluruhan, keterlibatan Rusia di Asia Barat didorong oleh kombinasi strategi geopolitik, kepentingan ekonomi, dan keinginan untuk menegaskan dirinya sebagai kekuatan global di dunia multipolar.
Sementara itu dalam sambutannya membuka webinar, Sekjen GSC Furqan AMC, menyampaikan bahwa Majelis Kritis GSC ini merupayaka upaya berkesinambungan untuk memahami dunia merawat Indonesia sebagaimana visi dari GSC yang didirikan 15 Oktober 2016 yang lalu.
Pada Majelis Kritis GSC kali ini turut hadir Dr. Dina Y. Sulaeman M.Si., pakar Asia Barat dari Univeristas Padjadjaran dan Dr. Hendra Manurung S.IP. M.A. dari Universitas Pertahanan serta Eva Kusuma Sundari, S.E., M.A. mantan Legislator RI 2004-2009, 2009-2014 dan 2016-2019.
Narahubung:
Furqan AMC
Sekjen GSC
0811-200-7788